Premium303 Dewanya Raja Slot777 Resmi Terbaru Terbaik Terbesar Dan Terpercaya Adalah Situs Judi Slot Online TerGacor Di Indonesia Deposit Pulsa Tanpa Potongan
Pengertian Ilmu Sosiologi -Apa yang dimaksud dengan sosiologi? Pengertian sosiologi adalah suatu bidang ilmu yang mempelajari mengenai manusia sebagai mahluk sosial dan interaksi antar manusia yang terjadi di dalam lingkungan masyarakat.
Definisi dalam sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang sifat, perilaku, dan perkembangan masyarakat. Jadi, yang dipelajari dalam sosiologi adalah perilaku sosial antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok.
Secara etimologis, kata “sosiologi” berasal dari bahasa Latin, yaitu Socius yang artinya kawan, dan Logos yang artinya ilmu pengetahuan. Maka dari itu kita dapat mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu yang membahas mengenai kehidupan manusia sebagai mahluk sosial.
Seperti yang kita ketahui bahwa manusia merupakan mahluk
sosial yang saling membutuhkan agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Artinya,
setiap manusia di dalam suatu masyarakat memiliki peran masing-masing dan
saling melengkapi.
Menurut pendapat Pitirim Sorokin, pengertian sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara beragam
gejala sosial. Misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral. Dia
mengatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh
timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non-sosial. Selain itu, Pitirim
Sorokin juga mengatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari ciri-ciri
umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.
Sifat Dasar Sosiologi
Dalam sebuah sosiologi memiliki beberapa sifat dasar yang membedakannya dengan bidang ilmu lainnya. Menurut R. Lawang (1989), adapun sifat dasar sosiologi adalah sebagai berikut:
Empiris, artinya sosiologi merupakan ilmu yang didasari oleh
observasi (pengamatan) dan masuk akal, dimana hasilnya tidak bukan sesuatu yang
bersifat spekulatif.
Teoretis, artinya dalam penyusunan abstraksi sosiologi
dibuat berdasarkan observasi yang konkret di lapangan. Abstraksi disusun secara
logis dan menjelaskan hubungan sebab-akibat sehingga menjadi sebuah teori.
Arti dari Komulatif sosiologi disusun berdasarkan
teori-teori yang sudah ada, yang kemudian diperbaiki, diperluas, sehingga
menguatkan teori-teori yang sudah ada.
Nonetis, artinya pembahasan masalah dalam sosiologi tidak
mempersoalkan tentang baik atau buruknya masalah tersebut, namun lebih
bertujuan untuk menjelaskan masalah secara mendalam.
Ilmu Sosial Dekontruksi Indonesia – Perkembangan ilmu sosial Indonesia termasuk yang lambat bila dibandingkan perkembangan ilmu ini di negara-negara berkembang lainnya.
Pengaruh Barat atau Eropa sangatlah dominan dalam politik akademik dan tradisi riset ilmu-ilmu sosial Indonesia. Tingkat ketergantungan pada teori-teori sosial Eropa sangat tinggi, akibatnya proyek merumuskan diskursus alternatif ilmu sosial Indonesia mengalami “kemacetan”.
Proses merumuskan ilmu sosial alternatif terkendala banyak hal, setidaknya soal ketekunan dan kemandirian intelektual menjadi penyebab utamanya. Ilmu sosial alternatif secara sederhana dapat dimaknai sebagai ilmu yang membebaskan, ilmu sosial yang sesuai dengan corak masyarakat Indonesia atau ilmu sosial yang tidak terkolonialisasi.
Usaha menghadirkan ilmu sosial alternatif bagi penjelasaan
masyarakat Indonesia yang religius (sekitar 88 persen Muslim, 12 persen sisanya
Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan Kongucu) telah menjadi kegelisahan para
intelektual Indonesia sejak pra kemerdekaan, ditandai perdebatan cerdas para
intelektual kala itu, misalnya perdebatan antara Natsir dan Soekarno mengenai
konstruksi masyarakat Indonesia, gagasan Tjokroaminoto dan Agus Salim mengenai
sosialisme Islam, ataupun misi kemanusiaan yang diusung Muhammadiyah, Persis
dan NU.
Dalam sejarah Indonesia modern, para ilmuwan sosial tetap menyuarakan mengenai pentingnya pribuminisasi ilmu sosial dengan mengusung misi utamanya yakni membangun tradisi akademik sendiri yang berbeda dengan tradisi ilmu-ilmu sosial di kawasan lain, khususnya Barat. Pada dimensi yang lain, para ilmuwan sosial Indonesia melupakan beberapa tokohnya dalam tradisi Islam seperti Ibn Khaldun, Ismail Raji Al-Faruqi, Ali Syariati, ataupun Kuntowijoyo dengan ilmu sosial profetik.
Macet Terbelenggu
Perkembangan teori-teori sosial Barat dalam beberapa dekade
terakhir berlangsung begitu massif, bahkan buku-buku sosial yang ditulis oleh
sarjana Barat diterjemahkan dan diterbitkan oleh berbagai penerbit terkemuka di
Indonesia, buku-buku tersebut telah menjadi bacaan utama para mahasiswa
Indonesia.
Perkembangan tersebut menurut Farid Alatas sebagai akibat
langsung dari perkembangan teknologi informasi serta dorongan kuat untuk
mengembangkan ilmu-ilmu sosial di Barat, akibat perkembangan itu dipandang
sebagai fenomena Barat. Dimana ilmu sosial yang berkembang dan dipelajari di
lembaga pendidikan (kampus) di Indonesia, termasuk juga negara-negara Dunia
Ketiga merupakan ilmu sosial yang dihasilkan oleh sarjana Barat dari hasil
pembacaan terhadap masyarakat mereka.
Kuatnya pengaruh ilmu sosial Barat tersebut lebih disebabkan
masalah internal intelektual-akademisi Indonesia sendiri, mereka telah
terpuaskan dengan meniru apa yang berkembang di Barat, bahkan intelektual
Indonesia bekerja keras untuk menerapkan teknik yang dipelajari dari buku-buku
yang ditulis oleh sarjana Amerika dan Eropa dalam menjelaskan dan persoalan
empiris atas masalah yang kebanyakan dirumuskan oleh ilmuwan Barat.
Keterpesonaan intelektual-akademisi kita terhadap ilmu
sosial Barat berimplikasi pada pemilihan isu dan masalah yang menjadi topik
kajian. Keadaan itu terus berlangsung, bahkan setelah lebih dari satu abad
ilmu-ilmu sosial berkembang di Nusantara, hingga kini belum ada teori-teori
sosial yang kuat dan unggul yang dihasilkan oleh intelektual kita dalam rangka
menjelaskan realitas sosial masyarakat secara memadai, kecuali yang dirumuskan
oleh para Indonesianis yang meminati studi tentang masyarakat Indonesia.
Keadaan ini akibat rendahnya penghargaan sesama intelektual
Indonesia dalam menghargai ide dan gagasan diantara mereka sendiri, atau
tradisi kutip-mengutip karya yang dihasilkan oleh intelektual kita sendiri,
sehingga ilmu sosial Indonesia tidak pernah mengalami perkembangan, bahkan
mereka yang selesai belajar di Barat dengan sangat bangga dan hebat meniru-niru
dan mengulang-ulang apa yang mereka pelajari di Barat, tidak muncul kesadaran
kritis untuk merumuskan teori-teori sosial yang khas Indonesia.
Tingginya penghargaan terhadap Barat tidak terlepas dari
perasaan inferior dan juga akibat kondisi ekonomi bangsa yang masih bergantung
pada Barat. Sebagian besar mereka yang menempuh pendidikan di Barat pada
umumnya dibiayai oleh negara-negara Barat, akibatnya tingkat independensi
menjadi lemah dan bahkan hilang.
Sejumlah riset (penelitian) yang dilakukan oleh para
akademisi dan intelektual kita dibiayai oleh negara-negara Barat, dana untuk
riset yang disediakan negara-negara maju jauh lebih memadai dari dana yang
disediakan negara sendiri, prestise yang dilekatkan pada publikasi di jurnal
Amerika, Inggris, Jerman, Perancis, dan Belanda misalnya, juga kualitas
universitas Barat dan ketekunan para intelektual Barat melahirkan karya-karya
yang bermutu menjadi semakin kita tingkat ketergantungan kita pada ilmu sosial
Barat.
Ilmu-ilmu sosial Indonesia mengikuti pola pengembangan ilmu
sosial Barat, bahkan menurut Alatas, antropologi Indonesia telah terhegemoni
oleh diskursus kolonial, khususnya antropologi Amerika.
Sejumlah karya antropolog tentang masyarakat Indonesia
justru dihasilkan sarjana Barat, untuk menyebut sarjana Barat yang paling
produktif menulis tentang Indonesia dan apa yang mereka tulis menjadi sumber
referensi sangat bermanfaat bagi orang-orang antropolog Indonesia diantaranya
Clifford Geertz, Mitsuo Nakamura dan Robert W. Hefner.
Hanya saja, apa yang telah dirumuskan oleh para antropolog
asing tersebut tidak secara serius dikembangkan antropolog Indonesia. Dimana
bidang ini , kita memiliki sejumlah sarjana antropolog yang menonjol seperti
karya-karya antropologi Koentjaraningrat dan Parsudi Suparlan.
Dengan begitu pula bidang-bidang yang lain, tingkat
ketergantungan pada Barat masih tinggi, selain perasaan inferior, tingkat
ketekunan serta problem ekonomi yang belum baik, negara sendiri belum maksimal
menyediakan dana riset yang memadai.
Tingkat ketergantungan intelektual bekas kolonial terhadap
model Barat terus berlanjut, bahkan bangsa ini setelah lebih dari enam puluh
tahun merdeka, belum mampu merumuskan KUHP yang terbebas dari pengaruh
kolonial, bahkan sejumlah sarjana hukum kita merupakan produk dari negara yang
pernah menjajahnya.
Apa Gunanya Ilmu Sosial? -Terhubung dengan judul yang saya ambil, saya ingin mengatakan bahwa ingin mengubah pola pikir masyarakat luas yang ada di Indonesia ini.
Dari kaca pengalaman yang telah saya alami dan lihat sendiri, dapat dikatakan jika ilmu-ilmu di Universitas yang berbasis ilmu-ilmu sosial seperti sejarah, arkeologi, antropologi, filsafat dan masih banyak lainnya dianggap tidak menimbulkan dampak signifikan di dunia nyata. Sehingga kebanyakan yang berasal dari jurusan itu mengalami pelarian mencari pekerjaan-pekerjaan konvensial karena takutnya akan cap-cap dari lingkungan sosial sekitarnya.
Padahal setelah saya membaca buku Ian Hodder: Reading the Past, apa yang dapat ditimbulkan oleh ilmu-ilmu sosial ini sangat besar adanya. Ingat Karl Marx pencetus Marxisme yang kemudian kebanyakan pandangannya diambil menjadi ideologi oleh Rusia untuk revolusi kala itu, sebelumnya dia adalah seorang antropolog dan juga seorang ekonom. Apa yang Marx hasilkan itu ialah sebuah keputusan praktis yang mengubah dunia setelah kehidupannya.
Contoh lain lagi, yaitu seorang Pramoedya Ananta Toer dari
bukunya Hoakiau di Indonesia yang memperlihatkan keminoritasan etnis cina di
Indonesia saat itu, dan pandangan yang Pram ambil dari sejarah itu
memperlihatkan betapa kejamnya manusia-manusia pribumi dapat lakukan kepada
etnis itu, dan apa yang buat Pram itu berguna tapi entah mengapa malah karena
buku itu ia dipenjarakan.
Buang Sampah Dapat Uang
Read more
Dan masih banyak contoh lagi tokoh-tokoh yang mengambil jalan kerja tak konvensional dengan memperhatikan sekitar dan masa lalu yang sudah-sudah untuk memajukan sosial budaya itu. Bahwa kita sampai bisa di titik ini sekarang ini, karena itu semua, dan sungguhlah guna sekali apabila banyak orang yang mau menghabiskan waktunya untuk ke jalan tersebut.
Ada hal lain lagi mengenai seorang penyampai yang tepat ke
masyarakat. Teori evolusi Darwin yang telah memang terbuktikan keberadaan dan
kebenarannya dari fosil-fosil maupun bukti alamiah morfologi diri kita sendiri
ini yang berkembang dan bermutasi dari waktu ke waktu itu kadang masyarakat
tidak tahu menahu asal dan muasal kabar-kabar informasi itu. Dan yang
tersampaikan oleh mereka berasal dari penyampai-penyampai lain lagi di mana
kadang sumber dan informasinya telah berbeda dan berubah arah.
Karena setelah saya baca buku Ian Hodder tersebut
kesalahan-kesalahan itulah yang kadang menjadi penggerak ke arah rasisme dan
dapat menjadi pertumpah darahan. Seperti doktrinasi Jerman di zaman Nazinya,
mereka mendoktrin rakyatnya bahwa mereka adalah ras unggul Arya yang memiliki
tempat tertinggi dalam pengkastaan sosial manusia. Pada akhirnya dapat dilihat
dalam sejarah, kebanggaan Hitler itu membuat seluruh rakyat Jerman memiliki
rasa chauvinisme tinggi.
Guna tersebut munculah lagi bahwa di dalam lingkaran masyarakat
sendiri dibutuhkan orang-orang yang tahu-menahu masalah informasi-informasi
yang dapat menyesatkan maupun membentuk pandangan masyarakat. Agar masyarakat
tidak terjerumus ke arah digunakan oleh tokoh-tokoh tertentu yang bertujuan
lain dan kadang itupun keburukan.
Sehingga apa yang beredar di dalam lingkaran masyarakat
sendiri dapat sesuai dengan apa yang disampaikan malah mungkin masyarakat dapat
ikut melakukan hal tersebut. Mungkin dirasa tidak penting jika masyarakat
mengetahui mengenai manusia-manusia purba yang pernah mendiami wilayahnya.
Padahal, informasi-informasi tersebut dapat menutup
mitos-mitos yang tidak benar atau malah dapat membenarkan mitos tersebut. Dan
secara tidak sadar laku kita sebagai manusia terbentuk oleh pandangan dan
pemikiran dan kedua hal tersebut terpengaruh juga oleh lingkungan, dan
lingkungan itu berisi banyak variable yang jika boleh saya sebut sebagai
informasi dan hal itu termasuk juga dongeng-dongen, mitos, legenda dan
lain-lainnya.
Karena hal-hal tersebutlah yang membentuk budaya-budaya di
sebuah wilayah, apa yang telah terjadi di wilayah itu, dan manusia-manusia di
wilayah itu telah melakukan perombakan apa saja terhadap lingkungan tersebut.
Sampai ke titik kita sekarang ini.
Ilmu sosial budaya yang mempelajari masa lalu itu mempelajari hal-hal ini, dan kadang apa yang dihasilkan bukan hanya sebagai bentuk untuk pemikiran dan pemahaman tetapi kadang dapat menjadi sebuah penentu sebuah keputusan. Sebagai contoh apabila sebuah daerah pernah terlanda sebuah bencana yang kemungkinan besar akan datang lagi di masa mendatang. Dari penelitian mengenai masa lalu itu dapatlah dipersiapkan sebuah keputusan yang dapat menjaga manusia-manusia disana survive atau selamat dari kemungkinan bencana yang ada.
Bahkan juga isu-isu
politik yang beredar juga kadang menggunakan senjata sebuah analisis
budaya masa lalu yang dibelokkan dan juga dipilih yang dapat membakar sumbu
panas yang sudah terpatri sejak sedari masa lalu. Karena kita tidak pernah
lupa, dan dengan dongeng-dongeng dan obrolan-obrolan di manapun saja masa lalu
itu teringat kembali. Dalam hal ini yang
kemudian dapat digunakan sebagai senjata untuk jadi isu menyerang seseorang
dari sejarah ras dan mungkin sukunya.
Oleh karena itu saya sangat menyanjung sekali lembaga-lembaga
yang bergerak dibidang kebudayaan, kemanusian maupun konservasi. Agar tidak
saja kaum akademis yang mengetahui itu tetapi rombongan masyarakat disekitarnya
dapat melihat bahwa sesungguhnya apa yang telah disebarkan secara sporadis itu
kadang-kadang tidak benar adanya.
Diterakhir kali, di saat ini bentuk-bentuk ilmu lain juga
memasukkan pemahaman mengenai ilmu sosial, Karena telah dapat ditelaah lagi
bahwa semua ilmu sebenarnya saling berhubungan. Sebenarnya semua ilmu baik apa
yang dianggap praktis maupun tidak praktis semuanya sama-sama memiliki tujuan
untuk memajukan umat manusia. Jadi saat kembalinya kaum akademisi ke masyarakat
pun ilmu yang bakal ia gunakan dapat berguna, dengan jalan yang ia pilih.
Terima kasih.
Ilmu Hukum Dan Ilmu Sosial-Ilmu hukum sebagai bagian dari ilmu sosial yang memfokuskan objek kajiannya pada masyarakat,
kita pahami merupakan suatu sistem sosial, sehingga mempunyai banyak segi.
Sehingga tidak tepat jika hanya memahami hukum sebagai satu bentuk peraturan perundang-undangan saja.
Lebih dari itu, hukum di pandang dari ilmu sosialnya adalah suatu gejala sosial yang nyata lahir dari realita dalam kehidupan bermasyarakat.
Hukum di pandang sebagai suatu gejala yang nyata merupakan perwujudan dari kebutuhan masyarakat akan suatu ketertiban dan keteraturan dalam pergaulan hidup masyarakat.
Hukum selain dipandang sebagai alat untuk mengendalikan masyarakat (control social),
hukum juga berfungsi sebagai alat perubahan dan sebagai alat untuk mencapai keadilan substansial.
Hukum sebagai suatu tatanan tertib sosial mempunyai banyak dimensi sehingga hokum juga harus dikaji dalam tataran empiriknya.
Karena ciri hokum tidak dapat dipahami tanpa ada kajian empiric mengenai hubungan-hubungan ketergantungan antara aspek-aspek ketertiban hokum yang bervariasi yang mengarahkan kepada kecenderungan ciri hukum tertentu.
Bahwa dalam kenyataannya, ketika kecenderungan hukum menjurus kepada penyalahgunaan aktivisme hukum,
terkikisnya otoritas menyebabkan institusi hukum sebagai perwujudan riilnya menjadi tercemar dan ikut menyebabkan ketiadaan ketertiban sosial dan bekerja sebagai alat kekuasaan,
maka akan sangat jelas kecenderungan hukum pada keberpihakannya pada kepentingan tertentu yang mengarah pada hukum represif.
Negara memiliki kekuasaan untuk mewujudkan keadilan sosial. sebagaimana yang tersirat dalam dasar hukum Negara Indonesia yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan sosial (welfaarstaats).
Tetapi eksistensi kekuasaan disertai dengan paksaan yang mana sebagaian pihak harus dengan sukarela bekerjasama dalam sistem dan menerima peraturan-peraturannya.
Peraturan yang diciptakan oleh penguasa sebagai patokan untuk warganya,
hukum dipandang sebagai peraturan yang bersifat keras memaksa,
sehingga perbedaan pendapat atau penentangan terhadap aturan penguasa diartikan sebagai pembangkangan kepada Negara.
Masyarakat (warga) hanya berperan pasif sebagai subjek pemberi legitimasi kekuasaan sekaligus objek dari pelaksanaan legitimasi tersebut.
Sebab tujuan utama hukum dalam tipe hukum represif adalah ketertiban.
Ketertiban dipahami sebagai sesuatu yang problematik,
tercipta berdasarkan harapan-harapan yang secara historis berubah,
Negara yang dalam hal ini diwakilkan oleh pemerintah mempunyai legitimasi untuk menciptakan ketahanan sosial dan melaksanakan apa yang menjadi tujuan Negara yaitu kesejahteraan sosial dan tujuan dari hukum yaitu ketertiban.
Sehingga kedudukan hukum pada dijadikan sebagai pelayan kekuasaan.
Lembaga-lembaga kekuasaan Negara (legislative, eksekutif dan yudikatif) cenderung hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan politik golongan tertentu yang mempunyai kekuasaan dan kekuaatan politik.
Kekuasaan dan kekuatan yang semula dilegitimasikan oleh masyarakat (rakyat) sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam suatu negara
yang di dalamnya diberi batasan-batasan tertentu yang disebut dengan hukum,
maka kecenderungan tipe hukumnya mengarah kepada hukum otonom.
Ketika hukum ditempatkan sebagai alat legitimasi maka selayaknya institusi-institusi hokum haruslah “bebas interpensi”,
karena hukum dipahami sebagai alat kontrol sosial baik untuk pemerintah selaku pelaksana legitimasi dan rakyat secara umum.
Negara yang diberikan kekuasaan oleh rakyat untuk menjalankan pemerintahan dengan hukum sebagai batasannya.
Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif yang dipilih langsung oleh rakyat dibatasi oleh lembaga lembaga legislatif dalam setiap pengambilan kebijakan/keputusan Negara.
Tatanan hukum yang tercipta pada masa ini adalah hukum yang birokratis dimana tujuan hokum adalah keadilan procedural melalui lembaga-lembaga yang diberi wewenang oleh hukum itu sendiri.
Tetapi dalam kenyataan hukumnya,
Hukum tetap saja tidak selalu bisa “independen” jika dihadapkan kepada kepentingan-kepentingan politik.
Dalam hal pengambilan kebijakan, masih ada interpensi dari kepentingan golongan tertentu.
Dalam rangka mewujudkan kepentingan umum demi tercapainya keadilan yang substasial,
maka hukum bukan lagi dipandang sebagai alat untuk mengontrol masayarakat,
tetapi hukum telah manjadi cita dan etika moral masyarakat itu sendiri.
Hukum sebagai alat perekayasa sosial, hukum menjadi sarana melegitimasikan kekuasaan dalam mencapai tujuan yang substansial melaui institusi-institusi hukum
dalam keterpaduannya menjalankan legitimasi kekuasaan dengan pengawasan langsung oleh masyarakat sebagai wujud partisipasinya.
Ciri hukum yang ada lebih cenderung kepada hukum responsive yang mengisyaratkan bahwa penegakan hukum tidak dapat dilakukan setengah-setengah.
Menjalankan hukum tidak hanya menjalankan Undang-undang, tetapi harus memiliki kepekaan sosial.
Hukum tidak hanya rules (logic & rules), tetapi juga ada logika-logika yang lain.
Bahwa memberlakukan jurisprudence saja tidak cukup,
tetapi penegakan hukum harus diperkaya dengan ilmu-ilmu sosial.
Dan ini merupakan tantangan bagi seluruh pihak yang terlibat dalam proses penegakan hukum,
mulai dari polisi, jaksa, hakim, dan advokat untuk bisa membebaskan diri dari kungkungan hukum murni yang kaku dan analitis.
Sudah waktunya para aparat penegak hukum mencari
landasan diberlakukannya keadilan sejati dari
kenyataan-kenyataan sosial yang
terjadi di masyarakat. Penegakan hukum responsif sebagai cita hokum diharapkan bisa membantu memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat.
Tujuan hukum harus benar-benar untuk menyejahterakan masyarakat dalam kepentingan yang lebih besar, bukan untuk kepentingan kaum elite yang berkuasa.
Kompleksitas aspek-aspek yang saling keterkaitan satu dengan yang lain tersebut, menjadi variable-variabel dalam menentukan ciri hukum.
Oleh karenannya, untuk mengidentifikasi, mendiagnosis posisi hukum dalam masyarakat sebagai gejala yang nyata, peran ilmu sosial menjadi dominan.
Terlepas apakah dominasi akan mengarah kepada satu kecenderungan hukum,
tetapi dengan menganalisis kencenderungan akan memberikan setidaknya penjelasan mengenai kenyataan hukum yang berpengaruh pada hukum yang akan diterapkan selanjutnya.
Ilmu Sosial dasar dalam kehidupan sehari-hari -Ilmu pengetahuan sosial adalah pengetahuan yang menelaah masalah-masalah sosial, khususnya yang diwujudkan oleh masyarakat Indonesia dengan menggunakan pengertian-pengertian (fakta, konsep, teori) yang berasal dari berbagai bidang pengetahuan keahlian dalam lapangan ilmu-ilmu social seperti : sejarah,ekonomi, geografi, sosial, sosiologi, antropologi, psikologi sosial.
Tujuan :
Sebagai salah satu dari mata kuliah dasar umum. Ilmu Sosial mempunyai tujuan pembinaan mahasiswa agar :
a. Memahami dan
menyadari adanya kenyataan-kenyataan sosial dan maslah-masalah sosial yang ada di dalam masyarakat.
b. Peka terhadap
masalah-masalah sosial dan tanggap untuk ikut serta dalam usaha-usaha
menanggulanginya.
c. Menyadari setiap
masalh sosial yang timbul dala masyarakat selalu bersifat kompleks dan hanya
mendekatinya mempelajarinya secara kritis dan interdisipliner.
d. Dalam memahami
jalan pikiran para ahli dalam bidang ilmu pengetahuan lain dan dapat
berkomunikasi dengan mereka dalam rangka penanggulangan masalah sosial yang
timbul dalam masyarakat.
Contoh Masalah Sosial Masyarakat di Indonesia
Indonesia adalah negara yang mempunyai penduduk sangat padat terutama di kota-kota besar. Dengan jumplah penduduk yang sangat padat, membuat Indonesia banyak mengalami masalah sosial. Masalah sosial itu sendiri dirumuskan atau dinyatakan oleh suatu entitas yang berpengaruh yang mengancam nilai-nilai suatu masyarakat sehingga berdampak kepada sebagian besar anggota masyarakat dan kondisi itu diharapkan dapat diatasi melalui kegiatan bersama.
Misalnya saja Kemiskinan, Pendidikan dan kejahatan. Tak
hanya itu, Masalah lain yang paling banyak di indonesia juga ada seperti
Banyaknya pengangguran dan kurangnya keadilan untuk masyarakat terutama
masyarakat kecil. bukan menjadi rahasia lagi, Indonesia memiliki catatan hukum
yang jelek.
Kadang yang salah terlihat benar dan yang benar bisa
terlihat salah. Kesenjangan kadang juga timbul antara si kaya dan si miskin.
Dan berikut ini sedikit Contoh Masalah sosial yang ada di masyarakat Indonesia
:
1. Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan
untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung,
pendidikan, dan kesehatan. Tingkat kemiskinan di indonesia terjadi bukan hanya
di daerah pelosok saja, tetapi juga terjadi di daerah perkotaan yang konon
menjanjikan banyak kemewahan. Hal ini
bisa terjadi karena banyak faktor, dan
diantaranya adalah masalah pendidikan yang belum bisa semua masyarakat
indonesia rasakan. Akan tetapi menurut survai, Kemiskinan di indonesia semakin
berkurang .
2. Pendidikan
Indonesia termasuk negara yang tingkat pendidikannya cukup rendah di dunia. Banyak sekali anak-anak yang harusnya sekolah, mereka sibuk membantu orang tuanya untuk bekerja mencari nafkah. Pastinya mereka (anak-anak indonesia) ingin merasakan sekolah seperti anak-anak yang lain. akan tetapi keadaan perekonomian orang tua yang kurang mampu membuat mereka mengubur keinginan tersebut. Meskipun pemerintah telah mengucurkan dana BOS, tetapi pada kenyataannya masih banyak anak-anak dijalanan ketika jam sekolah.
3. Kejahatan
Indonesia memiliki
tingkat kriminalitas yang tinggi, apalagi di daerah kota besar. Suatu kejahatan
yang dilakukan juga beragam, dari segi motif dan caranya. Tapi paling banyak
yang terjadi adalah kejahatan yang timbul karena faktor ekonomi. Hal ini bisa
saja terjadi bukan hanya pada orang yang kurang terpelajar, akan tetapi orang
yang terpelajarpun juga kadang masuk dalam daftar orang yang melakukan tindakan
kriminal. misalnya saja pemalakan, tawuran dsb. Kita sebagai masyarakt bisa
lihat di acara televisi yang setiap hari pasti ada tayangan kriminal yang
terjadi entah itu di ibu kota atau di daerah.
4. Pengangguran
Suatu Pengangguran adalah masalah serius yang dihadapi indonesia
sejak beberapa tahun yang lalu. Jumplah penduduk yang semakin banyak tak
diimbangi dengan jumplah lapangan kerja yang banyak pula, sehingga terjadi
banyak pengangguran. Pengangguran juga
bertambah seiring kebiasaan masyarakat yang datang dari daerah memadati ibu
kota. Terkadang mereka datang dengan modal nekat tanpa ketrampilan khusus
sehingga di kota mereka tak punya kerjaan. Sebenarnya lapangan pekerjaan bisa
kita ciptakan sendiri tanpa harus pergi ke ibukota.
5. Keadilan
Suatu Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral
mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut teori pada
umumnya, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar. John Rawls, filsuf Amerika Serikat yang
dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa
“Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial,
sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran” [1]. Akan tetapi
menurut kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi tercapai: “Kita tidak
hidup di dunia yang adil” [2]. Pada umunya banyak orang percaya bahwa
ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan banyak gerakan sosial dan politis
di seluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan.
”Aspek-aspek Serta Cabang dari Ilmu Alam Dan Ilmu Sosial’ -Mempelajari Ilmu alam adalah rumpun ilmu dimana obyeknya adalah benda-benda alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapan pun dimana pun. Ilmu-ilmu alam mempelajari dunia fisik yang relatif tetap dan mudah dikontrol. Obyek-obyek penelaahan ilmu-ilmu alam dapat dikatakan tak pernah mengalami perubahan baik dalam perspektif waktu maupun tempat. Ilmu alam mempelajari aspek-aspek fisik & nonmanusia tentang Bumi dan alam sekitarnya.
Ilmu-ilmu alam membentuk landasan bagi ilmu terapan, yang keduanya dibedakan dari ilmu sosial, humaniora, teologi, dan seni.Sebuah batuan yang menjadi obyek penelaahan kita tetapa merupakan batuan yang mempunyai karakteristik yang sama dimana dan kapan pun juga. Hal ini sangat berlainan keadaannya dengan manusia yang menjadi obyek penelaahan ilmu-ilmu sosial. Manusia mempunyai satu karakteristik yang unik yang membedakan dia dari wujud yang lain. Ia mempunyai kemampuan untuk belajar dan dan disebabkan oleh faktor belajar itu dia mengembangkan kebudayaan yang terus berubah dalam kuru zaman.
Setiap manusia memiliki karakteristik yang tidak hanya
bervariasi dari waktu ke waktu tetapi juga dari satu tempat ke tempat lain
sesuai dengan kebudayaan yang berhasil dikembangkannya. Cabang-cabang utama
dari ilmu alam adalah:
* Astronomi * Biologi * Ekologi * Fisika * Geologi * Geografi fisik berbasis ilmu * Ilmu bumi * Kimia Dibandingkan dengan ilmu pengetahuan alam yang sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat, ilmu-ilmu sosial agak tertinggal di belakang. Jika diketahui lmu sosial memiliki aspek-aspek masyarakat secara subjektif, inter-subjektif, dan objektif atau struktural, sebelumnya dianggap kurang ilmiah bila dibanding dengan ilmu alam. ilmu sosial adalah ilmu tentang perilaku kehidupan makhluk hidup yag bermasyarakat.
Dan yang termasuk kedalam bagian ilmu sosial itu seperti
sosiologi,antropologi,psikologi politik,dll. Cabang-cabang utama dari ilmu
sosial adalah: * Antropologi, yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu
etnis tertentu * Ekonomi, yang mempelajari produksi dan pembagian kekayaan
dalam masyarakat * Geografi, yang mempelajari lokasi dan variasi keruangan atas
fenomena fisik dan manusia di atas permukaan bumi * Hukum, yang mempelajari
sistem aturan yang telah dilembagakan * Linguistik, yang mempelajari aspek
kognitif dan sosial dari bahasa * Pendidikan, yang mempelajari masalah yang
berkaitan dengan belajar, pembelajaran, serta pembentukan karakter dan moral *
Politik, yang mempelajari pemerintahan sekelompok manusia (termasuk negara) *
Psikologi, yang mempelajari tingkah laku dan proses mental * Sejarah, yang
mempelajari masa lalu yang berhubungan dengan umat manusia * Sosiologi, yang
mempelajari masyarakat dan hubungan antar manusia di dalamnya
Benarkah Geografi sebagai Ilmu Pengetahuan Sosial? -Ketertarikan penulis pada ilmu Geografi ini diawali saat berada di Sekolah Dasar. Dimana pada saat bapak Guru IPS dalam pembelajaran dikelas sering melakukan cerdas cermat tentang pengetahuan geospasial Indonesia, seperti pertanyaan “dimana letak Danau Toba?”, “sungai terpanjang di Pulau Jawa?”, dan sebagainya. Bahkan tidak jarang, Guru meminta murid untuk menggambarkan peta buta sebuah Negara atau Provinsi tertentu.
Dalam suatu Sistem Pendidikan Nasional kita, materi Geografi masuk kedalam muatan Ilmu Pengetahuan Sosial. Hal ini dapat dilihat dalam UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 37 yang menyatakan Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah wajib memuat mata pelajaran salah satunya adalah Ilmu Pengetahuan Sosial (Pasal 37,1f) dan pada aturan pendukungnya yang terdapat dilampiran Permendikbud No.21 tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan bahwa geografi masuk kedalam Muatan Ilmu Pengetahuan Sosial (point 6.1 dan 6.3). Maka dari itu mengapa dalam Ujian Nasional (UN) 2019 dan UN sebelumnya, Geografi dikelompokkan sebagai Peminatan Ilmu Pengatahuan Sosial untuk jenjang SMA.
Pertanyaannya, tepatkah geografi sebagai bagian dari Ilmu
Pengetahuan Sosial? Untuk menjawab pertanyaan ini, penulis akan memberikan lima
argumen sebagai pengukurnya.
Argumen pertama adalah dari arti kata Geografi yang tidak mencerminkan sebagai ilmu sosial. Arti kata geografi diambil dari bahasa Yunani yaitu geographia. Kata ini terdiri dari kata geo yang berarti bumi dan graphien yang berarti tulisan/ uraian. Geo sendiri sebagai objek yang dipelajari yang biasa disebut sebagai fenomena Alam atau geosfer. Menurut Graphien sebagai kata kerja yang menuntut orang memahami tentang fenomena Geosfer untuk menjawab apa, dimana, mengapa, kapan, dan bagaimana sesuatu di Bumi itu bisa terjadi. Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), geografi adalah ilmu tentang permukaan bumi, iklim, penduduk, flora, fauna, serta hasil yang diperoleh dari bumi.
Kedua, Geosfer adalah suatu objek material geografi
merupakan wujud dari fenomena alam /natural yang terjadi pada Bumi.
Geosfer/fenomena tersebut berupa lapisan dalam bumi atau Litosfer, lapisan air
bumi atau hidrosfer, lapisan udara atau atmosfer, fenomena mahluk hidup bumi
atau biosfer, dan fenomena manusia di bumi atau antroposfer.
Ketiga, Geografi adalah Induk dari berbagai variasi ilmu Pengetahuan. Mempelajari tentang fenomena litosfer menghasilkan ilmu pengetahuan mengenai geomorfologi, geologi, dan pedologi. Demikian pula dalam mempelajari Fenomena atmosfer menghasilkan keilmuan meteorology dan klimatologi. Fenomena hidrosfer untuk mempelajarinya menghasilkan ilmu hidrologi, dan oseanografi. Fenomena biosfer menghasilkan keilmuan bidang ekologi, biogeografi berupa zoobiogeografi dan fitobiogeografi. Demikian pula antrosfer yang dipelajari dengan detil melalui ilmu kependudukan/demografi, geografi kota, dan sebagainya.
Keempat, Ilmu Geografi adalah merupakan keilmuan yang
terukur (the measure is tangible) baik menyangkut aktivitas yang dilakukan
maupun metodologinya. Aktivitas yang umum dilakukan oleh para geographer untuk
meneliti merupakan kegiatan-kegiatan yang menuntut observasi keruangan
menyeluruh yang dilengkapi dengan bukti-bukti empiris. Kegiatan yang dilakukan
adalah seperti pengukuran lahan, pemetaan, penginderaan jauh baik melalui
satelit atau foto udara ataupun drone, sensus untuk pengukuran demografi, dan
sebagainya. hasil analisa yang dilakukan umumnya adalah kuantitatif. Hal ini
berbeda dengan ilmu sosial yang sebagian besar hasil analisanya adalah
kualitatif.
Karakteristik Pendidikan IPS SD -Menempuh pendidikan IPS merupakan gabungan ilmu-ilmu sosial yang terintegrasi atau terpadu. Pengertian terpadu, bahwa bahan atau materi IPS diambil dari Ilmu-ilmu Sosial yang dipadukan dan tidak terpisah-pisah dalam kotak disiplin ilmu (Lili M Sadeli, 1986:21). Dengan begitu kita dikemukakan karakteristik IPS dilihat dari materi dan strategi penyampaiannya.
Materi IPS
Mempelajari IPS pada hakekatnya adalah menelaah interaksi antara individu dan masyarakat dengan lingkungan (fisik dan social-budaya). Mata pelajaran IPS digali dari segala aspek kehidupan praktis sehari-hari di masyarakat. Oleh karena itu, pengajaran IPS yang melupakan masyarakat sebagai sumber dan objeknya merupakan suatu bidang ilmu yang tidak berpijak pada kenyataan. Pendapat dari Mulyono Tjokrodikaryo, (1986:21) ada 5 macam sumber materi IPS antara lain:
Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di sekitar
anak sejak dari keluarga, sekolah, desa, kecamatan sampai lingkungan yang luas
negara dan dunia dengan berbagai permasalahannya.
Setiap kegiatan yang manusia lakukan misalnya: mata
pencaharian, pendidikan, keagamaan, produksi, komunikasi, transportasi.
Dalam kehidupan geografi dan budaya meliputi segala aspek
geografi dan antropologi yang terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat
sampai yang terjauh.
Kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan manusia,
sejarah yang dimulai dari sejarah lingkungan terdekat sampai yang terjauh,
tentang tokohtokoh dan kejadian-kejadian yang besar.
Anak sebagai sumber materi meliputi berbagai segi, dari
makanan, pakaian, permainan, keluarga.
Dengan begitu masyarakat sekitar dan lingkungannya, selain menjadi sumber materi IPS sekaligus juga menjadi laboratoriumnya. Dalam kita mempelajari konsep dan pengetahuan tentang teori-teori IPS yang diperoleh anak di dalam kelas dapat dicocokkan dan dicobakan sekaligus diterapkan dalam kehidupannya sehari-hari di masyarakat.
Strategi Penyampaian Pengajaran IPS
Strategi penyampaian pengajaran IPS, sebagaian besar adalah
didasarkan pada suatu tradisi, yaitu materi disusun dalam urutan: anak (diri
sendiri), keluarga, masyarakat/tetangga, kota, region, negara, dan dunia. Tipe
kurikulum seperti ini disebut “The Wedining Horizon or Expanding Enviroment
Curriculum” (Mukminan, 1996:5).
Tipe kurikulum tersebut, didasarkan pada asumsi bahwa anak
pertama-tama dikenalkan atau perlu memperoleh konsep yang berhubungan dengan
lingkungan terdekat atau diri sendiri. Selanjutnya secara bertahap dan
sistematis bergerak dalam lingkungan konsentrasi keluar dari lingkaran
tersebut, kemudian mengembangkan kemampuannya untuk menghadapai unsur-unsur
dunia yang lebih luas.
C. Tujuan IPS
Menurut Nursid Sumaatmadja (2006) tujuan pendidikan IPS
adalah “membina anak didik menjadi warga negara yang baik, yang memiliki
pengetahuan, keterampilan, dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya
serta bagi masyarakat dan negara”
Sedangkan secara rinci menurut Oemar Hamalik (1992:40-41) merumuskan tujuan pendidikan IPS berorientasi pada tingkah laku para siswa, yaitu: (1) pengetahuan dan pemahaman, (2) sikap hidup belajar, (3) nilai-nilai sosial dan sikap, (4) keterampilan.
Pengetahuan dan Pemahaman
mentransmisikan pengetahuan dan pemahaman tentang masyarakat
berupa fakta-fakta dan ide-ide kepada anak. Selain itu juga mengembangkan rasa
kontinuitas dan stabilitas, memberikan informasi dan teknik-teknik sehingga
mereka dapat ikut memajukan masyarakat sekitarnya.
Sikap belajar IPS
Dalam kita mengembangkan sikap belajar yang baik, yaitu
dengan belajar IPS anak memiliki kemampuan menyelidiki (inkuiri) untuk
menemukan ide-ide, konsep-konsep baru sehingga mereka mampu melakukan
perspektif untuk masa yang akan datang.
Nilai-nilai sosial dan sikap
Anak membutuhkan nilai-nilai untuk menafsirkan fenomena
dunia sekitarnya, sehingga mereka mampu melakukan perspektif. Berdasar
nilai-nilai sosial yang berkembang dalam masyarakat, maka akan berkembang pula
sikap-sikap sosial anak, seperti: menghormati dan mentaati peraturan,
mengembangkan rasa tanggung jawab, dan kritis.
Keterampilan dasar IPS
Anak belajar menggunakan keterampilan dan alat-alat studi
sosial, misalnya mencari bukti dengan berpikir ilmiah, keterampilan mempelajari
data masyarakat, mempertimbangkan validitas dan relevansi data,
mengklasifikasikan dan menafsirkan data-data sosial, dan merumuskan kesimpulan.