Ilmu Hukum Dan Ilmu Sosial -Ilmu hukum sebagai bagian dari ilmu sosial yang memfokuskan objek kajiannya pada masyarakat,
kita pahami merupakan suatu sistem sosial, sehingga mempunyai banyak segi.
Sehingga tidak tepat jika hanya memahami hukum sebagai satu bentuk peraturan perundang-undangan saja.
Lebih dari itu, hukum di pandang dari ilmu sosialnya adalah suatu gejala sosial yang nyata lahir dari realita dalam kehidupan bermasyarakat.
Hukum di pandang sebagai suatu gejala yang nyata merupakan perwujudan dari kebutuhan masyarakat akan suatu ketertiban dan keteraturan dalam pergaulan hidup masyarakat.
Hukum selain dipandang sebagai alat untuk mengendalikan masyarakat (control social),
hukum juga berfungsi sebagai alat perubahan dan sebagai alat untuk mencapai keadilan substansial.
Hukum sebagai suatu tatanan tertib sosial mempunyai banyak dimensi sehingga hokum juga harus dikaji dalam tataran empiriknya.
Karena ciri hokum tidak dapat dipahami tanpa ada kajian empiric mengenai hubungan-hubungan ketergantungan antara aspek-aspek ketertiban hokum yang bervariasi yang mengarahkan kepada kecenderungan ciri hukum tertentu.
Bahwa dalam kenyataannya, ketika kecenderungan hukum menjurus kepada penyalahgunaan aktivisme hukum,
terkikisnya otoritas menyebabkan institusi hukum sebagai perwujudan riilnya menjadi tercemar dan ikut menyebabkan ketiadaan ketertiban sosial dan bekerja sebagai alat kekuasaan,
maka akan sangat jelas kecenderungan hukum pada keberpihakannya pada kepentingan tertentu yang mengarah pada hukum represif.
Negara memiliki kekuasaan untuk mewujudkan keadilan sosial. sebagaimana yang tersirat dalam dasar hukum Negara Indonesia yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan sosial (welfaarstaats).
Tetapi eksistensi kekuasaan disertai dengan paksaan yang mana sebagaian pihak harus dengan sukarela bekerjasama dalam sistem dan menerima peraturan-peraturannya.
Peraturan yang diciptakan oleh penguasa sebagai patokan untuk warganya,
hukum dipandang sebagai peraturan yang bersifat keras memaksa,
sehingga perbedaan pendapat atau penentangan terhadap aturan penguasa diartikan sebagai pembangkangan kepada Negara.
Masyarakat (warga) hanya berperan pasif sebagai subjek pemberi legitimasi kekuasaan sekaligus objek dari pelaksanaan legitimasi tersebut.
Sebab tujuan utama hukum dalam tipe hukum represif adalah ketertiban.
Ketertiban dipahami sebagai sesuatu yang problematik,
tercipta berdasarkan harapan-harapan yang secara historis berubah,
Negara yang dalam hal ini diwakilkan oleh pemerintah mempunyai legitimasi untuk menciptakan ketahanan sosial dan melaksanakan apa yang menjadi tujuan Negara yaitu kesejahteraan sosial dan tujuan dari hukum yaitu ketertiban.
Sehingga kedudukan hukum pada dijadikan sebagai pelayan kekuasaan.
Lembaga-lembaga kekuasaan Negara (legislative, eksekutif dan yudikatif) cenderung hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan politik golongan tertentu yang mempunyai kekuasaan dan kekuaatan politik.
Kekuasaan dan kekuatan yang semula dilegitimasikan oleh masyarakat (rakyat) sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam suatu negara
yang di dalamnya diberi batasan-batasan tertentu yang disebut dengan hukum,
maka kecenderungan tipe hukumnya mengarah kepada hukum otonom.
Ketika hukum ditempatkan sebagai alat legitimasi maka selayaknya institusi-institusi hokum haruslah “bebas interpensi”,
karena hukum dipahami sebagai alat kontrol sosial baik untuk pemerintah selaku pelaksana legitimasi dan rakyat secara umum.
Negara yang diberikan kekuasaan oleh rakyat untuk menjalankan pemerintahan dengan hukum sebagai batasannya.
Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif yang dipilih langsung oleh rakyat dibatasi oleh lembaga lembaga legislatif dalam setiap pengambilan kebijakan/keputusan Negara.
Tatanan hukum yang tercipta pada masa ini adalah hukum yang birokratis dimana tujuan hokum adalah keadilan procedural melalui lembaga-lembaga yang diberi wewenang oleh hukum itu sendiri.
Tetapi dalam kenyataan hukumnya,
Hukum tetap saja tidak selalu bisa “independen” jika dihadapkan kepada kepentingan-kepentingan politik.
Dalam hal pengambilan kebijakan, masih ada interpensi dari kepentingan golongan tertentu.
Dalam rangka mewujudkan kepentingan umum demi tercapainya keadilan yang substasial,
maka hukum bukan lagi dipandang sebagai alat untuk mengontrol masayarakat,
tetapi hukum telah manjadi cita dan etika moral masyarakat itu sendiri.
Hukum sebagai alat perekayasa sosial, hukum menjadi sarana melegitimasikan kekuasaan dalam mencapai tujuan yang substansial melaui institusi-institusi hukum
dalam keterpaduannya menjalankan legitimasi kekuasaan dengan pengawasan langsung oleh masyarakat sebagai wujud partisipasinya.
Ciri hukum yang ada lebih cenderung kepada hukum responsive yang mengisyaratkan bahwa penegakan hukum tidak dapat dilakukan setengah-setengah.
Menjalankan hukum tidak hanya menjalankan Undang-undang, tetapi harus memiliki kepekaan sosial.
Hukum tidak hanya rules (logic & rules), tetapi juga ada logika-logika yang lain.
Bahwa memberlakukan jurisprudence saja tidak cukup,
tetapi penegakan hukum harus diperkaya dengan ilmu-ilmu sosial.
Dan ini merupakan tantangan bagi seluruh pihak yang terlibat dalam proses penegakan hukum,
mulai dari polisi, jaksa, hakim, dan advokat untuk bisa membebaskan diri dari kungkungan hukum murni yang kaku dan analitis.
Sudah waktunya para aparat penegak hukum mencari
landasan diberlakukannya keadilan sejati dari kenyataan-kenyataan sosial yang
terjadi di masyarakat. Penegakan hukum responsif sebagai cita hokum diharapkan bisa membantu memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat.
Tujuan hukum harus benar-benar untuk menyejahterakan masyarakat dalam kepentingan yang lebih besar, bukan untuk kepentingan kaum elite yang berkuasa.
Kompleksitas aspek-aspek yang saling keterkaitan satu dengan yang lain tersebut, menjadi variable-variabel dalam menentukan ciri hukum.
Oleh karenannya, untuk mengidentifikasi, mendiagnosis posisi hukum dalam masyarakat sebagai gejala yang nyata, peran ilmu sosial menjadi dominan.
Terlepas apakah dominasi akan mengarah kepada satu kecenderungan hukum,
tetapi dengan menganalisis kencenderungan akan memberikan setidaknya penjelasan mengenai kenyataan hukum yang berpengaruh pada hukum yang akan diterapkan selanjutnya.