Tokoh Sosiologi Indonesia – Sosiologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari mengenai perilaku sosial antara individu dengan individu, individu dengan kolompok, dan kelompok dengan kelompok. Beberapa nama tokoh sosiologi Indonesia di bawah ini sudah banyak dikenal, yang lainnya barangkali jarang disebutkan dalam buku-buku pengantar sosiologi.
1. Selo Soemardjan
Lahir di Yogyakarta pada tanggal 23 Mei 1915, Selo Soemardjan dikenal sebagai bapak sosiologi Indonesia. Latar belakang keilmuan yang dimiliki sebelum studi sosiologi ialah pendidikan menegah atas untuk birokrat pada masa kolonial yang dikenal dengan nama Mosvia. Selo Soemardjan lalu melanjutkan studi sosiologi di Universitas Cornell di Amerika Serikat dengan beasiswa dari pemerintah Amerika. Kariernya yang sebagai sosiolog dibangun selama menjadi pengajar di Universitas Indonesia. Pada 1994 menerima gelar ilmuwan utama sosiologi dari pemerintah Indonesia. joker123

Pengaruh sosiologi Amerika yang Parsonian pada saat itu, dibawa oleh Selo Soemardjan ke Indonesia melalui publikasi hasil risetnya berjudul ”Perubahan Sosial di Yogyakarta”. Perspektif fungsionalisme struktural dalam melihat perubahan sosial mendominasi sosiologi pada awal masuknya disiplin tersebut ke Indonesia. Selo Soemardjan juga banyak melakukan studi mengenai perubahan sosial, integrasi sosial, dan sistem pemerintahan di Indonesia. Adopsi teori fungsionalisme Parsonian dalam analisisnya juga membantu pemerintah dalam agenda pembangunan.
2. Pudjiwati Sayogjo
Lahir di Kebumen pada tanggal 21 Mei 1926, Sayogjo dikenal sebagai ahli sosiologi pedesaan di Indonesia. Latar belakang pendidikan Sayogjo adalah sarjana pertanian. Sayogjo berkarier sebagai pakar sosiologi pedesaan dan juga ekonomi pedesaan di Institut Pertanian Bogor yang dahulu merupakan fakultas pertanian Universitas Indonesia di Bogor. Penelitian intensif yang dilakukan di pedesaan di Cibodas menarik perhatiannya untuk mempelajari struktur sosial pedesaan dan kaitannya dengan perubahan sosial. Sayogjo juga mengembangkan sosiologi terapan berorientasi emansipatoris tentang masyarakat pedesaan.
Kontribusi utama Sayogjo pada perkembangan sosiologi Indonesia ialah pengenalan subdisiplin sosiologi pedesaan di berbagai institusi perguruan tinggi. Sayogjo juga banyak mengkritik perubahan sosial yang disebabkan oleh modernisasi di banyak pedesaan Jawa. Menurutnya, proses modernisasi yang terjadi tidak sejalan dengan agenda pembangunan yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat desa. Modernisasi yang terjadi di pedesaan di Jawa tidak disertai pembangunan kualitas masyarakat desa itu sendiri.
3. Mely Giok Tan
Lahir di Jakarta pada tanggal 11 Juni 1930, Mely merupakan salah satu sosiolog Indonesia generasi awal. Mely juga dikenal sebagai sinolog, ahli masalah Cina. Studi tingkat sarjana diselesaikan di Fakultas Sastra Universitas Indonesia, kemudian mendapat gelar master di Universitas Cornell, Amerika Serikat. Gelar doktoral diperolehnya di Universitas California, Berkeley, Amerika Serikat pada tahun 1968. Mely berkontribusi pada pengembangan ilmu sosial di Indonesia sebagai sekretaris umum Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial pada 1975-1979.
Sebagai ahli masalah Cina, studi yang dialkukannya banyak mengkaji mengenai komunitas Cina di berbagai negara termasuk di Indonesia. Selain persoalan Cina, Mely juga banyak melakukan kritik pada media yang mendiskreditkan peran perempuan di dalam masyarakat dan melihat perempuan sebagai objek seksual semata. Minat utama pada kajian kelompok minoritas juga membawa nama Mely sebagai salah satu tokoh sosiologi Indonesia yang mempunyai komitmen pada cita-cita emansipatoris.
4. Mochtar Naim
Lahir di Jambi pada tanggal 25 Desember 1932, dikenal sebagai sosiolog dan antropolog Indonesia. Selain itu, Mochtar juga merupakan ahli kebudayaan Minangkabau. Pendidikan tingkat sarjananya dilakukan di Yogyakarta pada tiga universitas sekaligus, yakni Universitas Gadjah Mada, Universitas Islam Indonesia dan PTAIN. Gelar master diperoleh di Universitas McGill, Kanada dan gelar doktoral diperoleh di Universitas Singapura. Karir akademiknya dimulai di Universitas Andalas, dan berlanjut sebagai staf pengajar di Universitas Hasnuddin, Makassar.
Studi tentang pola migrasi masyarakat Minangkabau melambungkan namanya sebagai sosiolog dan ahli kebudayaan Minang yang mumpuni. Mochtar meneliti kebiasaan merantau orang Minang dan menelurkan teori kebudayaan yang diistilahkan dengan ”Minang-kiau”, kebiasaan merantau orang Minang ke seluruh dunia untuk berdagang. Pola merantau orang minang dilihatnya mirip dengan pola merantau orang Cina. Mochtar mengkategorisasikan budaya Minangkabau menjadi budaya yang bercirikan sentrifugal. Mochtar adalah salah satu tokoh sosiologi Indonesia yang juga ahli budaya.
5. Soerjono Soekanto
Lahir di Jakarta pada tanggal 30 Janiari 1942, Soerjono Soekanto dikenal sebagai ahli sosiologi hukum. Latar belakang pendidikannya adalah sarjana hukum. Soekanto juga melanjutkan studi tingkat master bidang sosiologi di Universitas California, Berkeley, Amerika. Pendidikan doktoralnya diselesaikan di Fakultas Hukum, Universitas Indonesia. Kariernya sebagai akademisi berkembang di Univesitas Indonesia dengan gelar guru besar sosiologi hukum yang diperoleh pada 1983.
Kontribusi Soerjono Soekanto pada perkembangan sosiologi di Indonesia ialah pengenalan sosiologi hukum sebagai subdisiplin sosiologi. Buku yang ditulisnya dengan judul ”Sosiologi Suatu Pengantar” juga menjadi rujukan utama kuliah pengantar sosiologi di banyak unversitas di Indonesia. Soerjono Soekanto banyak menulis mengenai masalah-masalah hukum dengan pendekatan sosiologis. Sebagai seorang tokoh sosiologi Indonesia, Soerjono Soekanto dikenal sebagai sosiolog hukum.
6. Arief Budiman
Lahir di Jakarta pada tanggal 3 Januari 1941, Arief Budiman merupakan seorang aktivis demonstran angkatan 66 yang juga kakak kandung Soe Hok Gie. Arief pernah studi di College d’Europe, Belgia dan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Gelar doktor pada bidang sosiologi diraihnya di Universitas Harvard Amerika Serikat. Kariernya luas, tidak hanya di ranah akademik tetapi juga aktif di ranah politik, jurnalistik dan seni. Arief mendapat gelar guru besar bidang sosiologi dari Universitas Melbourne, Australia, tempatnya mengajar.
Arief Budiman mendeskripsikan dirinya sebagai orang kiri yang menolak paradigma modernisasi dan pembangunanisme. Kontribusinya pada sosiologi adalah gagasan-gagasannya tentang teori ketergantungan. Studinya mengenai pengalaman negara Amerika Latin, Chile yang beralih dari demokrasi ke sosialisme berisi analisis khas intelektual kiri. Arief Budiman banyak mengkritik setiap rezim penguasa. Praktik politik dari orde lama sampai rezim pasca reformasi banyak menjadi sasaran kritiknya yang pedas.
7. George Junus Aditjondro
Lahir di Pekalongan pada tanggal 27 Mei 1946, Aditjondro dikenal sebagai sosiolog Indonesia sekaligus aktivis dan kritikus penguasa, terutama pada rezim orde baru. Pada 1991 mendapatkan gelar master dari Universitas Cornell, Amerika Serikat. Gelar doktoral diperolehnya dua tahun kemudian di universitas yang sama. Kariernya sebelum masuk di bidang akademik adalah seorang jurnalis. Aditjondro pernah bekerja sebagai jurnalis Tempo pada 1970an.
Kontribusinya pada sosiologi adalah studinya mengenai perilaku korup rezim-rezim penguasa. Politik Indonesia era orde baru dan era SBY menjadi sasaran kritisismenya sebab dianggap korup. Aditjondro pernah dicekal pada rezim Soeharto dan memilih untuk keluar dari Indoensia untuk berkarier di Universitas Newcastle, Australia sebagai pengajar sosiologi. Aditjondro sempat mengajar juga di Universitas Sanata Dharma, di Yogkarta sekembalinya dari Australia. Salah satu bukunya yang paling kontroversial adalah ”Membongkar Gurita Cikeas: Di Balik Skandal Bank Century” yang diterbitkan namun banyak hilang dipasaran pada saat rezim SBY berkuasa.
8. Manasse Malo
Lahir di Waingapu, Nusa Tenggara Timur pada tanggal 2 Mei 1941, Manasse dikenal sebagai sosiolog dan politikus Indonesia. Menempuh pendidikan jenjang sarjana di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta. Gelar master dan doktoral pada bidang sosiologi diperolehnya dari Universitas Winconsin, Amerika Serikat. Karier Manasse di bidang akademik ialah sebagai sosiolog Universitas Indonesia. Di bidang politik pernah menjadi anggota DPR RI Pada 1999. Aktivisme politik telah akrab dengannya sejak menjadi mahasiswa ketika menjadi anggota Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia.

Kontribusi Manasse pada sosiologi ialah mengenai studinya tentang kebijakan desentralisasi di Indonesia. Manasse banyak menjadi pembicara dengan tema politik desentralisasi pada sejak orde baru. Pasca reformasi menjadi momentum dirinya untuk mempraktikkan gagasannya tidak hanya di wilayah akademik, namun juga kebijakan sebagai anggota parlemen. Politik lokal di Indonesia pasca reformasi ialah politik desentralisasi. Tempat kelahiran Manasse, Sumba, merupakan salah satu wilayah yang diperjuangkannya untuk menjadi provinsi baru.
9. Nasikun
Lahir di Cilacap pada tanggal 28 Oktober 1941, Nasikun adalah seorang guru besar sosiologi di Universitas Gadjah Mada. Nasikun memperoleh gelar doktoral nya dari Michigan State University, Amerika Serikat. Kariernya sebagai sosiolog dimulai sebagai staf pengajar di Jurusan Sosiologi Universitas Gadjah Mada sejak 1967. Nasikun juga aktif di berbagai organisasi yang berkomitmen pada pengembangan ilmu-ilmu sosial di Indonesia. Pernah menjadi bagian dari keanggotaan Himpunan Ilmuwan dan Peminat Ilmu-ilmu Sosial dan Ikatan Sosiologi Indonesia.
Salah satu karyanya yang banyak dikutip adalah buku berjudul ”Sistem Sosial Indonesia”. Nasikun mengkaji struktur dan juga sistem sosial yang ada di Indonesia dari pendekatan fungsionalisme dan konflik. Analisisnya mengungkap proses integrasi dan disintegrasi masyarakat Indonesia modern yang majemuk. Nasikun memberikan pendapat bahwa pasca reformasi, kapitalisme dan neo-liberalisme, diikuti oleh fundamentalisme etnik dan agama akan menjadi tantangan solidaritas sosial Bangsa Indonesia yang majemuk. Nasikun dikenal sebagai tokoh sosiologi di Indonesia yang selalu mengingatkan betapa pentingnya integrasi sosial pada masyarakat majemuk.